Sebagian dari kita mungkin sudah umum dengan istilah memendam perasaan, namun tahukah Sobat Sona jika memendam perasaan merupakan salah satu kajian psikologi yang mendasar. Yuk simak bahan berikut untuk cari tahu. Dalam psikologi terdapat istilah untuk mendefinisikan memendam perasaan. Istilah tersebut dikenal dengan represi. Represi mengacu pada kecenderungan diri untuk menghambat pengalaman ataupun ekspresi negatif bahkan pikiran negatif guna melindungi diri dari ancaman psikologis. Bentuk represi secara sederhana adalah seseorang yang mengalihkan pembicaraan ketika dia tidak nyaman untuk menjawabnya. Represi juga dapat dikatakan sebagai bentuk penghindaran terhadap informasi yang mengancam. Selain contoh sederhana tadi, terdapat juga hal lainnya yang dapat menggambarkan represi yakni, orang dewasa yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga sewaktu kecil kemudian mengalami trauma hingga ia tumbuh dewasa. Namun, ia memendam ingatan dan perasaan menyakitkan tersebut hingga terkubur jauh di bawah alam sadarnya. Hal demikian itu termasuk proses represi yang dimana ia menekan ingatan serta perasaan yang menyakitkan atau tidak menyenangkan dari pikiran sadarnya. Represi merupakan respon natural tubuh dalam melindungi diri, namun apabila terlalu sering maka dapat berpotensi mengancam kesehatan mental dan mengakibatkan seseorang berpotensi besar mengalami kecemasan, stres, dan depresi. “Unexpressed emotion will never die. They’re buried alive and always come forth later in uglier ways.” - Sigmund Freud Sumber : Bert Garssen (2007). Repression: Finding Our Way in the Maze of Concepts. , 30(6), 471–481. doi:10.1007/s10865-007-9122-7
0 Comments
Tanpa kita sadari barnum effect biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sebenernya apa sih
barnum effect itu? kira-kira sudah pada tau belum, yuk cek this out! Barnum effect merupakan fenomena psikologis yang ditemukan oleh seorang Psikolog Amerika bernama Bertram R. Forer. Pada tahun 1956 diciptakanlah nama resmi dari fenomena psikologis tersebut dengan nama barnum effect oleh seorang Psikolog bernama Paul Meehl dalam esainya yang berjudul wanted- a good cookbook. Barnum effect merupakan fenomena di mana orang cenderung menerima pernyataan- pernyataan ambigu, samar-samar dan umum sebagai deskripsi akurat atas kepribadiannya (Dickson & Kelly) Barnum effect atau efek Forer, juga disebut sebagai efek Barnum-Forer, adalah suatu fenomena psikologis ketika seseorang menganggap akurat deskripsi mengenai diri mereka yang seolah dibuat khusus untuk mereka, padahal deskripsi tersebut sebenarnya sangat umum sehingga dapat berlaku untuk banyak orang. Efek ini menjelaskan mengapa banyak orang percaya dengan praktik-praktik tidak ilmiah seperti astrologi, ramalan, grafologi, pembacaan aura dan beberapa jenis tes kepribadian. Contohnya, saat membaca kolom horoskop, pembaca secara aktif mencoba mengaitkan isi horoskop tersebut dengan aspek kepribadian mereka. Bertram R. Forer melakukan percobaan klasik pada tahun 1948 kepada 39 mahasiswa psikologinya dengan membagikan tes psikologi dan mereka diberitahu bahwa mereka akan mendapatkan deskripsi kepribadian mereka berdasarkan hasil tes tersebut. Satu minggu kemudian, Forer memberikan kepada setiap mahasiswa sebuah deskripsi yang seolah ditulis khusus untuk mereka. Kebanyakan mahasiswa merasa bahwa hasil tes kepribadian tersebut akurat. Kenyataannya, mereka semua mendapatkan "deskripsi kepribadian" yang sama. Forer juga menyusun "hasil tes kepribadian" tersebut dari buku astrologi dan kalimat-kalimat yang digunakan adalah kalimat yang sangat umum. Contoh kalimat-kalimatnya adalah "kamu ingin agar orang lain menyukaimu", "kamu cenderung kritis kepada dirimu sendiri", atau "kamu punya kapasitas yang belum sepenuhnya kamu gali." `~do you want Barnum effect because that's how you get barnum's effect~` Hai, hai! Kalau soal mood swing, siapa sih yang gak tau?
Banyak juga kan dari Sobat Sona yang pernah mengalami mood swing? Untuk selengkapnya, mood swing itu apa sih? Mood swing adalah perubahan suasana hati yang berlangsung cepat atau sebuah kondisi yang membuat seseorang tiba-tiba merasa sedih setelah awalnya sedang merasa senang (Zuhrotunida, 2017). Pada beberapa orang, bisa mengalaminya tanpa sebab yang jelas. Walaupun seperti itu, terdapat penyebab dari mood swing seperti adanya kondisi hormon mood atau suasana hati yang merupakan keadaan dimana individu berinteraksi dengan orang lain berdasarkan suasana hati mereka. Namun ketika perubahan suasana hati ini berlangsung secara lebih sering dan ekstrem, dapat mengakibatkan stres yang merupakan respons terhadap seseorang secara fisik dan mental. Tanda-tanda mood swing adalah ketika seseorang merasa senang dan bahagia, kemudian merasa sedih dan terpuruk di kemudian hari. Merupakan hal yang normal dan umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Seperti seorang individu yang mulanya merasa senang dan bahagia, kemudian mengalami perubahan suasana hati yang dipicu oleh sesuatu yang membuat stres di tempat kerja (Prayoga, 2016). Untuk mengatasi mood swing, ada beberapa hal yang dapat dilakukan seperti : 1. Memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsi, memakan makanan yang bergizi dan menghindari minuman kafein atau manis. 2. Luangkan waktu kepada diri sendiri untuk berpikir, menerima dan memaafkan kekurangan yang dimiliki serta kehidupan yang sedang dijalani. 3. Mengingat kebesaran Tuhan adalah kunci utama dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi sesuai dengan agama yang dianut masing-masing individu. “Never think you are weak if you cry. Every tear is replaced with wisdom and strength.” –Bryant McGill Sumber : Prayoga, I. K., Dira, A., Ayu, A., & Wahyuni, S. (2016). Prevalensi Dan Faktor Risiko Depresi Postpartum Di Kota Denpasar Menggunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale 5(7), 5–9. Zuhrotunida, & Yudiharto, A. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga DenganKecemasan Ibu Hamil Menghadapi Proses Persalinan Di Puskesmas Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang. 2, 60–70. Retrieved from http://ir.obihiro.ac.jp/dspace/handle/10322/3933. Bertepatan dengan hari ulang tahun Mahatma Gandhi pada tanggal 2 Oktober lalu kita telah
bersama memeringati hari tanpa kekerasan internasional, meski demikian fenomena kekerasan masih berlangsung setiap saat dan dapat kita lihat dalam lingkungan keluarga atau masyarakat. Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau masyarakat. Kekerasan merupakan tindakan manusia yang merusak hubungan antara manusia itu sendiri yang terjadi akibat alam sadar dan tidak sadar seseorang sudah terganggu. Purnianti dan Kolibonso membagi kekerasan ke dalam 3 jenis tindakan yaitu: a. Kekerasan fisik, yaitu tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain. b. Kekerasan non-fisik, yaitu tindakan yang bertujuan merendahkan citra atau kepercayaan diri seorang c. Kekerasan psikologis atau jiwa, yaitu tindakan yang bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban. Berbagai tindakan kekerasan baik secara fisik, seksual, dan psikologis menimbulkan dampak negatif yang serius pada korban, bahkan dapat menimbulkan pengalaman traumatis yang mendalam. Berikut beberapa akibat buruk kekerasan terhadap kesehatan psikologis. 1. Tindakan kekerasan dapat merusak perkembangan otak dan merusak bagian dari sistem saraf khususnya pada anak. Anak yang terpapar kekerasan dapat tumbuh menjadi pribadi penuh kecemasan, kurang percaya diri, pesimis, atau sebaliknya menjadi anak yang penuh dengan pemberontakan, agresif, dan ada kecenderungan berperilaku buruk di masa depan 2. Menurut Suryakusuma, efek psikologis penganiayaan lebih parah dibanding efek fisiknya. Efek psikologis tersebut mencakup rasa takut, cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur. Selain itu, tindakan kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga khususnya terhadap istri dapat menyebabkan terganggunya kesehatan reproduksi secara biologis yang berdampak pada kehidupan sosialnya. Istri yang teraniaya cenderung mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti penganiayaan mereka. 3. Menurut Noorkasiani, Heryati & Ismail gejala yang sering muncul pada korban kekerasan yakni muncul ketakutan ketika membicarakan kekerasan, perasaan tidak berdaya, menyalahkan diri sendiri, dan merasa harga diri rendah. Jika kekerasan hati memiliki pasal hukum maka seluruh dunia akan menjadi penjaranya ~vini sadewa~ |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
April 2022
Categories |