Anak merupakan aset bangsa, baik atau tidaknya generasi mendatang tergantung pada bagaimana kondisi anak saat ini. Salah satu penentu baik atau tidaknya anak-anak dapat dipengaruhi oleh bagaimana kehadiran orangtua dalam proses tumbuh kembangnya melalui proses pendidikan dan pengasuhan.
Umumnya dalam proses tumbuh kembangnya anak anak mengalami berbagai masalah psikologis yang dihadapi. Oleh karenanya Tim Laboratorium Psikologi Terapan Keluarga & Anak (LPT. KA) yaitu ibu Diana Savitri Hidayati, M.Psi dan ibu Nandy Agustin Syakarofath, M.A melakukan kegiatan pengabdian terkait bagaimana cara mengasuh anak dan identifikasi berbagai masalah psikologis yang dihadapi, teruma adalah berbagai masalah psikologis yang berkaitan dengan masalah kesehatan mental dan dampak buruk dari penggunaan gadget. Peserta cukup antusias mengikuti materi dari awal hingga akhir yang berjumlah 35 orang dengan status sebagai orangtua, baik ayah ataupun ibu. Lokasi kegiatan ini dilakukan di Desa Jambesari, Poncokusumo, Malang pada hari Minggu (12/6/2022). Adapun kegiatan ini terdiri dari berbagai sesi. Sesi yang pertama adalah deteksi dini masalah psikologis yang dihadapi oleh anak, kemudian sesi yang kedua adalah penyampaian materi dan tanya jawab. Dalam penyampaiannya, ibu Diana Savitri Hidayati, M.Psi selaku pemateri menyampaikan bahwa gadget adalah masalah umum yang paling terjadi pada anak dan remaja sehingga agar tidak semakin parah dan kecanduan maka perlu upaya bersama didalam melakukan pencegahan dan penanganan. Peran orangtua dalam upaya pencegahan dan penanganan tersebut adalah dengan berupaya saling terbuka, menjalin komunikasi yang baik dan membentuk kesepakatan dirumah hingga meluangkan waktu bersama dengan anak untuk aktivitas yang lebih positif dan bermanfaat. Hal ini diperkuat dengan yang disampaikan oleh Kepala Desa Jambesari dalam sambutannya, bahwa perlu ada kerja sama yang baik antar anak dan orangtua sehingga ada hubungan timbal balik antar keduanya dan menjadi perjuangan bersama. Kegiatan ini merupakan kegiatan hasil kerjasama antara Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Psikologi UMM, Kepala Desa Jambesar dan Fakultas Psikologi UMM untuk terus bersinergi mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan generasi penerus dimasa mendatang yang berkualitas.
0 Comments
Emmeril Kahn Mumtadz, anak sulung dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dinyatakan hilang saat berenang di Sungai Aare, Bern, Swiss pada Kamis (26/5/2022) waktu setempat. Selanjutnya, pada 01 April 2022, keluarga menyatakan keikhlasan untuk melepas Eril ke pangkuan Yang Kuasa, namun pencarian tetap dilakukan.
Doa dari berbagai pihak terus menerus dilantunkan untuk Eril. Sosok Eril dikenal oleh orang sekitar sebagai sosok pemuda yang baik hati dan senang memberi. Dilansir dari beragam postingan di media sosial, Ridwan Kamil dan Atalia –orang tua Eril-, menampakan duka yang begitu mendalam mulai saat Eril dinyatakan hilang, keluarga langsung melakukan upaya pencarian, hingga kemudian keluarga mencoba untuk mengikhlasan kepergiannya. Sebenarnya bagaimana fase keberdukaan yang dialami tiap orang? Elisabeth Kübler-Ross mengembangkan teori 5 fase keberdukaan yang pada umumnya dialami seseorang setelah kehilangan. 5 fase berduka tersebut akan dibahas di bawah ini! 1. Denial Biasanya setelah hari-hari awal berduka, kita akan mengalami mati rasa. Beberapa orang pada awalnya melanjutkan seolah-olah tidak ada yang terjadi. Beberapa juga akan sulit percaya bahwa seseorang yang penting tidak akan kembali. Juga sangat umum untuk merasakan kehadiran seseorang yang telah meninggal, mendengar suaranya atau bahkan seperti melihatnya. 2. Anger Kemarahan adalah emosi yang sepenuhnya alami, dan sangat wajar setelah seseorang meninggal. Kematian bisa tampak kejam dan tidak adil, terutama ketika kita merasa seseorang telah meninggal sebelum waktunya atau kita sudah memiliki rencana untuk masa depan bersama dia. 3. Bargaining Saat kita merasa terpuruk, terkadang sulit untuk menerima bahwa tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mengubah keadaan. Tawar-menawar adalah ketika kita mulai membuat kesepakatan dengan diri kita sendiri atau mungkin dengan Tuhan. Pada fase ini kita akan banyak mengajukan pertanyaan seperti “seandainya saja dia masih ada” atau “gimana kalau aku saja yang pergi.” 4. Depresi Kesedihan dan kerinduan adalah hal yang terus menyelimuti kita setelah kehilangan seseorang. Rasa sakit ini bisa sangat intens dan datang selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pada fase ini, kita seringkali merasa bahawa hidup tidak lagi bermakna. 5. Penerimaan Pada tahap ini umumnya perasaan sakit yang mendalam karena kehilangan akan berangsur-angsur reda. Kita mungkin tidak akan pernah 'melupakan' kematian seseorang yang berharga, tetapi kita dapat belajar untuk hidup kembali, sambil menyimpan kenangan akan orang-orang yang telah hilang di dekat kita. |